LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR
LAPORAN
PENDAHULUAN TUMOR
Definisi
Pengertian
Definisi
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang
baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price,
A. Sylvia, 1995: 1030). Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat
jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak
kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis).
Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun
metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut
tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti
kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak
sekunder. (Mayer. SA,2002) Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau
salah satu otak (Rosa Mariono, MA, Standard Asuhan Keperawatan, St. Carolus,
2000).
Tumor
otak adalah lesi intra kranial yang menempati ruang dalam tulang tengkorak (buku
ajar patofisiologi). Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala
(intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma
pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase.
Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor
otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker
paru, payudara, prostate, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.
Epidemiologi
Penderita
tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding perempuan
(39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥60 tahun (31,85
persen); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3
bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita
(74,1 persen) yang dioperasi penuli,s dan lainnya (26,9 persen) tidak dilakukan
operasi karena berbagai alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase
(sekunder). Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen),
sedangkan tumor-tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar,
medulla spinalis, cerebellum, brainstem, cerebellopontine angle dan multiple.
Dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), jenis tumor terbanyak yang
dijumpai adalah; Meningioma (39,26 persen), sisanya terdiri dari berbagai jenis
tumor dan lain-lain yang tak dapat ditentukan.
Penyebab
Penyebab
tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak
penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
1. Herediter
Riwayat
tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang
jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat
untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa
Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan
embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan
fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan
embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma,
teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Jaringan
dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma.
Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4. Virus
Banyak
penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya
neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus
dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi
Karsinogenik
Penyelidikan
tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui
bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone,
nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
6. Trauma
Trauma yang
berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak). Pengaruh
trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui.
Klasifikasi
a.
Berdasarkan jenis tumor
1)
Jinak
- Acoustic neuroma
- Meningioma
- Pituitary adenoma
- Astrocytoma (grade I)
2)
Malignant
- Astrocytoma (grade 2,3,4)
- Oligodendroglioma
- Apendymoma
b.
Berdasarkan lokasi
1)
Tumor intradural
a) Ekstramedular
-
Cleurofibroma
- Meningioma
b) Intramedular
- Apendymoma
- Astrocytoma
- Oligodendroglioma
- Hemangioblastoma
2)
Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer,
biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru–paru, ginjal dan lambung.
Patofisiologi
Tumor
otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada tumor
otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal disebebkan
oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial. Gangguan fokal terjadi apabila
terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat
tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan
otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai
kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan
serebrovaskuler primer.
Serangan
kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi
invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk
kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan
neurologist fokal. Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema
sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa
tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan
oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan
serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan
hidrosefalus.
Peningkatan
tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan
waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila
tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja
menurunkan volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan
cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak
diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus
medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh
massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan
hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan
henti pernafasan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologi lain terjadi akibat
peningkatan intracranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi
sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.
Gejala
Klinik
Tumor
otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini, karena pada awalnya
menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan eragukan tapi umumnya berjalan
progresif.
Manifestasi
klinis tumor otak dapat berupa:
Gejala
serebral umum
Dapat
berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat dirasakan
oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil, pelupa,
perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas,
mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan
dapat dijumpai pada 2/3 kasus
1. Nyeri Kepala
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala
adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan
gejala lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan
dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam
hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi
peninggian tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor
asthenia perlu dicurigai tumor otak.
2. Muntah
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya
meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior,
umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual.
3. Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala
awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium
lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu
dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
Bagkitan
kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
Mengalami
post iktal paralisis
Mengalami
status epilepsi
Resisten
terhadap obat-obat epilepsi
Bangkitan
disertai dengan gejala TTIK lain
Bangkitan
kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen dengan astrositoma, 40%
pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.
4. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial
Berupa
keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari
dan malam hari, muntah proyektil dan enurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat
dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat
teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK
tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma
dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.
Gejala
spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
a. Lobus
frontal
·
Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
·
Bila tumor menekan jaras motorik
menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang fokal
·
Bila menekan permukaan media dapat
menyebabkan inkontinentia
·
Bila tumor terletak pada basis frontal
menimbulkan sindrom foster kennedy
·
Pada lobus dominan menimbulkan gejala
afasia
b. Lobus
parietal
·
Dapat menimbulkan gejala modalitas
sensori kortikal hemianopsi homonym
·
Bila terletak dekat area motorik dapat
timbul kejang fokal dan pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom
gerstmann’s
c. Lobus
temporal
·
Akan menimbulkan gejala hemianopsi,
bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura atau halusinasi
·
Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan
gejala afasia dan hemiparese
·
Pada tumor yang terletak sekitar basal
ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism.
d. Lobus
oksipital
·
Menimbulkan bangkitan kejang yang
dahului dengan gangguan penglihatan
·
Gangguan penglihatan yang permulaan
bersifat quadranopia berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia
e. Tumor
di ventrikel ke III
·
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada
pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi
peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala,
penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
f. Tumor
di cerebello pontin angie
·
Tersering berasal dari N VIII yaitu
acustic neurinoma
·
Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain
karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran
·
Gejala lain timbul bila tumor telah
membesar dan keluar dari daerah pontin angel
g. Tumor
Hipotalamus
·
Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi
dari foramen Monroe
·
Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan
gejala: gangguan perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism,
gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan
h. Tumor
di cerebelum
·
Umumnya didapat gangguan berjalan dan
gejala TTIK akan cepat erjadi disertai dengan papil udem
·
Nyeri kepala khas didaerah oksipital
yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal
i.
Tumor fosa posterior
·
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri
kepala dan muntah disertai dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal
dari medulloblastoma.
Diagnosis
Bagi
seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak adalah dengan
mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya, batasnya,
hubungannya dengan system ventrikel, dan hubungannya dengan struktur vital otak
misalnya sirrkulus willisi dan hipotalamus. Selain itu juga diperlukan
periksaan radiologist canggih yang invasive maupun non invasive. Pemeriksaan
non invasive mencakup ct scan dan mri bila perlu diberikan kontras agar dapat
mengetahui batas-batas tumor.Pemeriksaan invasive seperti angiografi serebral
yang dapat memberikan gambaran system pendarahan tumor, dan hungannya dengan
system pembuluh darah sirkulus willisy selain itu dapat mengetahui hubungan
massa tumor dengan vena otak dan sinus duramatrisnya yang fital itu.
Untuk
menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak yaitu
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti, adapun
pemeriksaan penunjang yang dapat membantu yaitu CT-Scan dan MRI. () Dari
anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita
yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya
ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan
fisik neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan
deficit lapangan pandang.
Komplikasi
Adapun
komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor otak ialah
:
a. Gangguan fisik neurologist
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan tidur dan mood
d. Disfungsi seksual
Pemeriksaan
Diagnostik
Arterigrafi
atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel
dan cisterna.
CT
– SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
Radiogram
; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan dan
klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi selatursika.
Elektroensefalogram
(EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
Ekoensefalogram
; Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
Sidik
otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat
radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang
menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif
Diagnosis
Banding
Gejala
yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan intrakranial,
kejang dan tanda deficit neurologik fokal yang progresif. Setiap proses desak
ruang di otak dapat menimbulkan gejala di atas, sehingga agak sukar membedakan
tumor otak dengan beberapa hal berikut :
Abses
intraserebral
Epidural
hematom
Hipertensi
intrakranial benigna
Meningitis
kronik.
11. Therapi/Tindakan
a.
Pembedahan
Pembedahan
dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis histologik dan untuk mengurangi efek
akibat massa tumor. Kecuali pada tipe-tipe tumor tertentu yang tidak dapat
direseksi. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembedahan tumor otak
yakni: diagnosis yang tepat, rinci dan seksama, perencanaan dan persiapan pra
bedah yang lengkap, teknik neuroanastesi yang baik, kecermatan dan keterampilan
dalam pengangkatan tumor, serta perawatan pasca bedah yang baik, Berbagai cara
dan teknik operasi dengan menggunakan kemajuan teknologi seperti mikroskop,
sinar laser, ultrasound aspirator, bipolar coagulator, realtime ultrasound yang
membantu ahli bedah saraf mengeluarkan massa tumor otak dengan aman.
b.
Radiotherapi
Biasanya
merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula merupakan
therapi tunggal.Adapun efek samping : kerusakan kulit di sekitarnya, kelelahan,
nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang tenggorkan.
c.
Chemotherapy
Jika
tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan, kemoterapi tetap
diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang beragam. Pada tumor-tumor
tertentu seperti meduloblastoma dan astrositoma stadium tinggi yang meluas ke
batang otak, terapi tambahan berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat
membantu sebagai terapi paliatif.Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah
menyebar dalam aliran darah.Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu
makan, kerontokan membuat, mudah terserang penyakit.
d.
Manipulasi hormonal.
Biasanya
dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase
e.
Terapi Steroid
Steroid
secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak
berefek langsung terhadap tumor.
BAB
II
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data
Demografi
Identitas
pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
Riwayat
Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan
utama
Biasanya klien mengeluh
nyeri kepala
2. Riwayat
penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri
kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan penglihatan
atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia),
hilangnya ketajaman atau diplopia.
3. Riwayat
penyakit dahulu
Klien pernah mengalami
pembedahan kepala
4. Riwayat
penyakit keluarga
Adakah penyakit yang
diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit
klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan tumor kepala.
5. Pengkajian
psiko-sosio-spirituab
Perubahan kepribadian dan perilaku
klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan
hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
Pemeriksaan
Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan
fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system
dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2
(Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1.
Pernafasan B1 (breath)
a.
Bentuk dada : normal
b.
Pola napas : tidak teratur
c.
Suara napas : normal
d.
Sesak napas : ya
e.
Batuk : tidak
f.
Retraksi otot bantu napas ; ya
g.
Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
2.
Kardiovaskular B2 (blood)
a.
Irama jantung : irregular
b.
Nyeri dada : tidak
c.
Bunyi jantung ; normal
d.
Akral : hangat
e.
Nadi : Bradikardi
f.
Tekanana darah Meningkat
3.
Persyarafan B3 (brain)
a.
Penglihatan (mata) : penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau diplopia.
b.
Pendengaran (telinga) : terganggu bila mengenai lobus temporal
c.
Penciuman (hidung) : mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal
d.
Pengecapan (lidah) :ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia)
e.
Afasia :kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif atau
kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif, maupun
kombinasi dari keduanya.
f.
Ekstremitas :kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak seimbang,
berkurangnya reflex tendon.
g.
GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah
pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan.
Hasil
pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1- 6
tergantung responnya yaitu :
Eye
(respon membuka mata)
(4)
: Spontan
(3)
: Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2)
: Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1)
: Tidak ada respon
Verbal
(respon verbal)
(5)
: Orientasi baik
(4)
: Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi
tempat dan waktu.
(3)
: Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun
tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2)
: Suara tanpa arti (mengerang)
(1)
: Tidak ada respon
Motor
(respon motorik)
(6)
: Mengikuti perintah
(5)
: Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4)
: Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(3)
: Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2)
: Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1)
: Tidak ada respon
4.
Perkemihan B4 (bladder)
a.
Kebersihan : bersih
b.
Bentuk alat kelamin : normal
c.
Uretra : normal
d.
Produksi urin: normal
5.
Pencernaan B5 (bowel)
a.
Nafsu makan : menurun
b.
Porsi makan : setengah
c.
Mulut : bersih
d.
Mukosa : lembap
6.
Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a.
Kemampuan pergerakan sendi : bebas
b.
Kondisi tubuh: kelelahan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial,
pembedahan tumor, edema serebri.
2. Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata.
3. Nyeri
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
4. Resiko
cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik
5. Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau
interpretasi.
6. Perubahan
persepsi sensori perseptual berhubungan dengan kerusakan traktus sensori dengan
perubahan resepsi sensori, transmisi, dan integrasi
7. Resiko
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek kemoterapi
dan radioterapi
C. Intervensi
1.
Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema
serebri.
Tujuan
: Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil.
Kriteria
hasil :
a.
Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan
arteri rata-rata 80-100mmHg
b.
Menunjukkan tingkat kesadaran normal
c.
Orientasi pasien baik
d.
RR 16-20x/menit
e.
Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi
Intervensi
Rasional
1.
Monitor secara berkala tanda dan gejala peningkatan TIK
-
Kaji perubahan tingkat kesadaran, orientasi, memori, periksa nilai GCS
-
Kaji tanda vital dan bandingkan dengan keadaan sebelumnya
-
Kaji fungsi autonom: jumlah dan pola pernapasan, ukuran dan reaksi pupil,
pergerakan otot
-
Kaji adanya nyeri kepala, mual, muntah, papila edema, diplopia kejang
2.
Ukur, cegah, dan turunkan TIK
-
Pertahankan posisi dengan meninggikan bagian kepala 15-300, hindari posisi
telungkup atau fleksi tungkai secara berlebihan
-
Monitor analisa gas darah, pertahankan PaCO2 35-45 mmHg, PaO2 >80mmHg
-
Kolaborasi dalam pemberian oksigen
3.
Hindari faktor yang dapat meningkatkan TIK
-
Istirahatkan pasien, hindari tindakan keperawatan yang dapat mengganggu tidur
pasien
-
Berikan sedative atau analgetik dengan kolaboratif.
-
Mengetahui fungsi retikuler aktivasi sistem dalam batang otak, tingkat
kesadaran memberikan gambaran adanya perubahan TIK
-
Mengetahui keadaan umum pasien, karena pada stadium awal tanda vital tidak
berkolerasi langsung dengan kemunduran status neurologi
-
Respon pupil dapat melihat keutuhan fungsi batang otak dan pons
-
Merupakan tanda peningkatan TIK
-
Peninggian bagian kepala akan mempercepat aliran darah balik dari otak, posisi
fleksi tungkai akan meninggikan tekanan intraabomen atau intratorakal yang akan
mempengaruhi aliran darah balik dari otak
-
Menurunnya CO2 menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
-
Memenuhi kebutuhan oksigen
-
Keadaan istirahat mengurangi kebutuhan oksigen
-
Mengurangi peningkatan TIK
2.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan denga penekanan medula oblongata.
Tujuan
:
Kriteria
Hasil :
3.
Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan
: Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria
hasil :
a.
Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
b.
Klien tidak merasa kesakitan.
Intervensi
Rasional
1.
Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang
memperburuk dan meredakan.
2.
Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri
timbul.
3.
Berikan kompres dingin pada kepala.
4.
Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi
5.
Kolaborasi analgesic
6.
Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah,
menangis/meringis, perubahan tanda vital. 1. Nyeri merupakan pengalaman
subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri
dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih
intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.
2.
Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya
serangan.
3.
Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.
4.
Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke
hal-hal yang menyenangkan
5.
Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang
6.
Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.
4.
Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi
ortostatik.
Tujuan
: Diagnosa tidak menjadi masalah aktual
Kriteria
hasil :
a.
Pasien dapat mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang menyebabkan vertigo
b.
Pasien dapat menjelaskan metode pencegahan penurunan aliran darah di otak
tiba-tiba yang berhubungan dengan ortostatik.
c.
Pasien dapat melaksanakan gerakan mengubah posisi dan mencegah drop tekanan di
otak yang tiba-tiba.
d.
Menjelaskan beberapa episode vertigo atau pusing.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji tekanan darah pasien saat pasien mengadakan perubahan posisi tubuh.
2.
Diskusikan dengan klien tentang fisiologi hipotensi ortostatik.
3.
Ajarkan teknik-teknik untuk mengurangi hipotensi ortostatik
1.
Untuk mengetahui pasien mengakami hipotensi ortostatik ataukah tidak.
2.
Untuk menambah pengetahuan klien tentang hipotensi ortostatik.
3.
Melatih kemampuan klien dan memberikan rasa nyaman ketika mengalami hipotensi
ortostatik.
5.
Kerusakan komunikasi verbal b.d efek afasia pada ekspresi atau intepretasi.
Tujuan
: Tidak mengalami kerusakan komunikasi verbal dan menunjukkan kemampuan
komunikasi verbal dengan orang lain dengan cara yang dapat di terima.
Kriteria
Hasil :
a.
Pasien dapat mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi.
b.
Pasien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
c.
Pasien dapat menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi
Rasional
1. Perhatikan
kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
2. Minta
pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis,
mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek.
3. Berika
metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan
petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
4. Katakan
secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan pertanyaan
terbuka dengan jawaban “ya/tidak” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang
lebih komplek sesuai dengan respon pasien. 1. Pasien mungkin kehilangan
kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa
komunikasi yang diucapkannya tidak nyata.
5. Menilai
kemampuan menulis dan kekurangan dalam membaca yang benar yang juga merupakan
bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik.
6. Memberikan
komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/ deficit yang mendasarinya.
7. Menurunkan
kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada informasi yang
lebih banyak pada satu waktu tertentu
8. Perubahan
persepsi sensori perseptual berhubungan dengan kerusakan traktus sensori dengan
perubahan resepsi sensori, transmisi, dan integrasi.
Tujuan
: Pasien mampu menetapkan dan menguji realitas serta menyingkirkan kesalahan
persepsi sensori.
Kriteria
hasil :
a.
Pasien dapat mengenali kerusakan sensori
b.
Pasien dapat mengidentifikasi prilaku yang dapat mengkompensasi kekurangan
c.
Pasien dapat mengungkapkan kesadaran tentang kebutuhan sensori dan potensial
terhadap penyimpangan.
Intervensi
Rasional
1.
Bantu pasien mengenali dan mengkompensasi perubahan sensasi.
2.
Berikan rangsang taktil, sentuh pasien pada area dengan sensori utuh, missal :
bahu, wajah, kepala.
3.
Berikan tidur tanpa gangguan dan periode istirahat.
4.
Pertahankan adanya respons emosional berlebihan, perubahan proses berpikir,
misal : disorientasi, berpikir kacau. 1. Dapat membantu menurunkan ansietas
tentang ketidaktahuan dan mencegah cedera.
2.
Menyentuh menyampaikan perhatian dan memenuhi kenutuhan fisiologis dan
psikologis normal.
3.
Menurunkan kelebihan beban sensori, meningkatkan orientasi dan kemampuan
koping, dan membantu dalam menciptakan kembali pola tidur alamiah.
4.
Indikasi kerusakan traktus sensori dan stress psikologis, memerlukan pengkajian
dan intervensi lebih lanjut.
7.
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek
kemoterapi dan radioterapi.
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria
hasil :
a.
Antropometri: berat badan tidak turun (stabil)
b.
Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb
normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
c.
Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan
merah
d.
Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah
Intervensi
Rasional
1.
Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi: penurunan berat badan, tanda-tanda
anemia, tanda vital
2.
Monitor intake nutrisi pasien
3.
Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
4.
Timbang berat badan 3 hari sekali
5.
Monitor hasil laboratorium: Hb, albumin
6.
Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik
1.
Menentukan adanya kekurangan nutrisi pasien
2.
Salah satu efek kemoterapi dan radioterapi adalah tidak nafsu makan
3.
Mengurangi mual dan terpenuhinya kebutuhan nutrisi.
4.
Berat badan salah satu indikator kebutuhan nutrisi.
5.
Menentukan status nutrisi
6.
Mengurangi mual dan muntah untuk meningkatkan intake makanan
DAFTAR
PUSTAKA
Ignatavicius
D Donna, Medical Surgical Nursing, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1991
Long
C. Barbara, Essential of Medical Surgical Nursing, CV. Mosby Company, St.
Louis, 1985
Vogt
Gordon. Manual of Neurological Care, CV. Mosby Company, St Louis, 1985
http://puskesma(askep-tumor-otak)
ssidamulih.blogspot.com/2010/09/askep-tumor-otak.html
http://www.scribd.com/doc/36068410/Askep-Tumor-Otak-doc-Erna
http://blog.ilmukeperawatan.com/tumor-otak.html
http://nurse87.wordpress.com/2009/07/09/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-tumor-otak/
http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-tumor-otak/
http://rastirainia.wordpress.com/2010/02/15/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan-pada-pasien-tumor-otak/
http://www.noertika.com/keperawatan/asuhan-keperawatan-2/askep-tumor-otak
Komentar
Posting Komentar