LAPORAN PENDAHULUAN SINDROM NEFROTIK
LAPORAN PENDAHULUAN
NEFROTIK SYNDROME
Disusun Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menyelesaikan
Program Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah
STIKes Bina Putera Banjar
Oleh :
ARDI RACHMAN FAUZI
STIKes BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM PROFESI NERS
2021
NEFROTIK SINDROM
A. PENGERTIAN
Nefrotik sindrom adalah suatu
penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal. Nefrotik sindrom pada anak biasanya menyerang lebih sering pada
anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dengan rasio perbandingan 2 : 1 dan
insiden tertinggi pada umur 3 – 4 tahun (Arif Mansjoer, 2000).
Sedangkan menurut Soeparman (1990),
sesuai namanya, istilah sindrom nefrotik merupakan kumpulan manifestasi klinis
yang ditandai dengan proteinuria massif lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas
permukaan badan per hari dan hipoalbuminemia kurang dari 3 gram/mm dan berhubungan
dengan kelainan glomerolus akibat penyakit-penyakit tertentu atau tidak
diketahui.
B. ETIOLOGI
Penyebab nefrotik sindrom yang pasti
belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun,
yaitu suatu reaksi antigen antibody. Secara umum, etiologi NS dibagi
berdasarkan klasifikasinya yaitu sebagai berikut :
1.
Sindroma Nefrotik Bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi
maternofetal. Resisten terhadap suatu pengobatan dengan gejala edema pada masa
neonatus. Pernah dicoba upaya pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak
berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal padabulan-bulan pertama
kehidupannya.
2.
Sindroma Nefrotik Sekunder
Disebabkan oleh :
a.
Penyakit keturunan dan
metabolic: Diabetes, Amilodoisis, Myxederma, Sindrom Alport
b.
Penyakit infeksi : Malaria
quartana, Hepatitis B, Lepra, Sifilis,
c.
Penyakit sistemik dan penyakit
immune mediated : SLE, sindrom vaskulitis, poliarteritis, purpura anafilaktoid
d.
Penyakit neoplasma : penyakit
Hodgkin
3.
Sindroma Nefrotik Idiopatik /
Pmimer
Adalah sindrom nefrotik yang tidak diketahui
penyebabnya. Berdasarkan hispatologisnya yang tampak pada biopsy ginjal dengan
pemeriksaan mikroskopi biasa dan mikroskop electron.
Churg, dkk membagi dalam 4 golongan, yaitu :
a.
Kelainan minimal
Dengan mikroskop biasa, glomerolus tampak normal
sedangkan dengan mikroskop electron tampak foot prosesus epitel berpadu. Dengan
cara imunofluoresensi ternyata terdapat IgG pada dinding kapiler glomerolus.
Golongan ini lebih bantak terdapat pada anak-anak daripada orang dewasa.
Prognosis lebih baik daripada golongan lain.
b.
Nefropati membranosa
Semua glomerolus menunjukkan penevalan dinding kapiler
yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak.
Prognosis kurang baik.
c.
Glomerulonefritis proliferatif
1).
Glomerulonefritis Proliferatif
Eksudatif Difus
Terdapat proliferatif sel mesangial dan infiltrasi sel
polimormonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah
infeksi dengan streptokokus yang berjalan progresif dan pada SN. Prognosis
jarang baik akan tetapi kadang terdapat penyembuhan dengan pengobatan yang lama
2).
Dengan penebalan batang lobular
3).
Terdapat proliferasi sel
mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular
4).
Dengan bulan sabit
5).
Didapatkan proliferasi sel
mesangial dan sel epitel sama seperti kapsular dan visceral. Prognosis buruk
6).
Glomerulonefritis membrane
proliferatif
7).
Proliferasi sel mesangial dan
penempatan fibrin yang menyerupai membrane basalis di mesangium. Titer globulin
beta 1C atau beta 1A rendah. Prognosis tidak baik.
4.
Glomerulosklerosis Fokal
Segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sclerosis glomerolus
yang sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.
(Arif Mansjoer, 2000)
C. TANDA DAN GEJALA
Menurut Ngastiyah (1997), tanda dan gejala nefrotik
sindrom adalah sebagai berikut :
1.
Edema
Lokasinya pada daerah mata dan perut, tungkai dan
genetalia. Sembab atau edema pada seluruh tubuh (anasarka) biasanya pada pasien
dengan hipoalbunemia berat kurang dari 1 gr per 100 ml.
2.
Pertambahan berat badan progresif
3.
Sesak nafas (hydrothorax,
asites)
4.
Keluhan mual dan muntah,
dinding perut sangat tegang dan terjadi diare
5.
Volume urine kurang, terlihat
pusat atau gelap
6.
Hipertensi ringan
7.
Hematuria
8.
Proteinuria, terutama albumin
10-15 gr/hari dan terjadi hiperalbuminemia
D. PATOFISIOLOGI
Penyakit nefrotik sindrom biasanya
menyerang pada anak-anak pra sekolah. Hingga saat ini sebab pasti penyakit
belum tetapi berdasarkan klinis dan rasio gejala yang muncul dapat terbagi
menjadi sindroma nefrotik bawaan yang biasanya jarang terjadi. Bentuk idiopati
yang tidak jelas penyebabnya maupun sekunder dari penyakit lainnya yang dapat
ditemukan faktor predisposisinya seperti pada penyakit malaria kuartana, Lupus
Eritematous Disseminata, Purpura Anafilaktoid, Grumeluronefritis (akut/kronis)
atau sebagai reaksi terhadap hipersensitifitas (terhadap obat). Nefrotik
sindrom idiopatik yang sering juga disebut Minimal
Change Nefrotic Syndroms (MCNS) merupakan bentuk penyakit yang paling umum
(90%).
Patogenesis penyakit ini belum
diketahui tetapi adanya perubahan pada membrane gromerolus menyebabkan
peningkatan permeabilitas yang memungkinkan protein (terutama albumin) keluar
melalui urine (albuminuria). Perpindahan protein keluar system vaskuler
menyebabkan cairan plasma pindah ke ruang interstitisel, yang mengakibatkan
edema dan hipovolemia. Penurunan volume vaskuler menstimulasi system rennin
angiotensin yang memungkinkan sekresi aldosteron dan hormone antidiuretik
(ADH). Aldosteron merangsang peningkatan reabsorpsi tubulus distal terhadap Natrium
dan Air yang menyebabkan bertambahnya edema. Hiperlipidemia dapat terjadi
karena lipoprotein memiliki molekul yang lebih berat dibandingkan albumin
sehingga tidak akan hilang dalam urine. (Price, S.A, 1995)
E. MANIFESTASI KLINIS
Episode pertama penyakit sering
mengikuti sindrom seperti influenza, bengkak periorbital dan oliguria. Dalam
beberapa hari, edema semakin jelas dan menjadi anasarka. Keluhan jarang selain
malaise ringan dan nyeri akut. Dengan perpindahan volume plasma rongga ketiga
dapat terjadi syok. Bila edema berat dapat timbul dyspneu akibat efusi pleura.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Laboratorium
a.
Urine (urine rutin dan Esbach)
1).
Berat jenis urine menetap
2).
Albuminuria
3).
Eritrosit meningkat, leukosit
hilang timbul
b.
Darah
1).
Konsentrasi total serum protein
menurun : albumin menurun (± 2 g/dl) plasma lipid meningkat
2).
Serum kolesterol naik 450 –
1500 mg/dl
3).
Hb dan Ht biasanya normal atau
meningkat
4).
Jumlah platelet meninggi
(500.000 – 1000.000) : hemokonsentrasi
5).
Konsentrasi serum sodium
menurun ± 130 – 135 Meq/L
2.
USG abdomen
3.
Rontgen, Renogram
4.
Biopsi renal : Memberikan
informasi tentang status glomerolus dan type dari NS serta respon dari obat.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan
Anak FKUI, 1985)
G. PENATALAKSANAAN
Pada umumnya seorang anak yang baru
pertama kali menderita sindom nefrotik dianjurkan dengan sangat masuk rumah
sakit. Tujuan perawatannya di RS untuk memperlihatkan sekaligus untuk mendidik
orang tua atau keluarga bagaimana cara perawatan dan pengobatan menurut
protocol tertentu yang sudah
Hal-hal yang harus diperhatikan pada perawatan atau pengobatan penderita SN
yaitu :
1.
Dietetik
Pemberian diet protein tinggi tidak diperlukan mengingat
protein tinggi dapat merusak glumerolus ginjal. Diet rendah garam. Pemberian
garam berlebihan akan menyebabkan pembengkakan bertambah. Bila pembengkakan
berkurang garam bisa diberikan kembali karena kekurangan garam akan menyebabkan
anak malas makan yang berakibat kurang gizi. Diet yang dianjurkan adalah
protein 1,2-2.0 gr/kgBB/hari dan cukup kalori yaitu 35 kcal/hari serta rendah
garam 1-2 gr/hari. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien, dapat
makanan biasa atau lunak. Jangan diberikan makanan yang keras karena anak malas
makan. Yang diperlukan adalah agar pasien menghabiskan porsi yang disediakan.
Jelaskan pada pasien bahwa makanan memang kurang garam agar bengkak ditubuhnya
hilang. Makanan sebaiknya disediakan dalam keadaan hangat.
2.
Istirahat
Pasien SN dengan anasarka perlu istirahat di tempat
tidur karena keadaan edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan
kemampuannya untuk bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan harus
ditolong di tempat tidur.
·
Baringkan pasien setengah duduk
karena adanya cairan di dalam rongga thorak akan menyebabkan pasien sesak
·
Berikan alas bantal pada kedua
kaki sampai tumit
·
Bila pasien laki-laki, berikan
bantal di bawah skrotum untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung.
3.
Untuk mengetahui keadaan edema,
berat badan pasien perlu ditimbang setiap hari dan dicatat pada catatan khusus.
Yang diperlukan adalah pencatatan masukan dan keluaran cairan selama 24 jam.
Pasien juga dianjurkan untuk minum air putih. Jika urine kurang dari 4000 cc,
minum dibatasi.
4.
Obat-obatan
a.
Diuretik
·
Diuretik hanya diberikan pada
edema berat atau yang menyebabkan sesak nafas, dosis 1-3 mg/kgBB/hari
·
Bila edema tidaksurut mungkin
akibat hipoalbuminemia berat (kadar albumin darah > 2 gr%) maka diberikan
albumin 20 % atau 25 % dosis 1 gr/kgBB selama 4 jam dan diakhiri dengan
pemberian diuretic 1-2 mg/kgBB/hari
b.
Antibiotik
Diberikan bila ada tanda-tanda infeksi sekunder seperti
anak demam atau sakit perut yang mungkin disebabkan oleh radang selaput perut
(peritonitis)
c.
Kortikosteroid
Terdapat 2 protokol pengobatan dengan kortikosteroid
yang sering dipakai pada anak, yaitu :
·
Protokol jangka pendek
dianjurkan oleh Internasional Study of
Kidney Desease in Children (ISKDC)
Pemberian prednisone selama 4 minggu tiap hari dosis 2
mg/kg, bila terjadi remisi dilanjutkan selama 4 minggu dosis 2/3 dosis semula 3
hari dalam seminggu, bila tetap remisi diturunkan perlahan.
·
Protokol jangka panjang
Prednison diberikan sampai remisi dengan dosis 40-60
mg/m2 tiap hari yang dilanjutkan dengan dosis tapering 15-20 ini berlangsung
selama 12-18 bulan.
5.
Lain-lain : fungsi acites,
fungsi hidrothorak dilakukan bila ada indikasi vital. Jika ada gagal ajntung
diberikan digitalis.
Pemantauan :
1. Berat badan
dan tekanan darah diukur setiap hari
2. Air kemih
ditampung setiap hari, diukur jumlah dan berat jenisnya, pemeriksaan Esbach
3. Darah tepi:
rutin diulang setiap minggu: KED waktu dan diulang setiap 2 minggu
4. Esbach
dilakukan waktu masuk dan diulang waktu remisi dicapai
5. Ureum dan
kreatinin urin diperiksa setiap 3 hari klirens
6. Ureum dan
kreatinin darah diperiksa setiap minggu
sampai normal
7. Protein
total, albumin, globulin, kolesterol diulang sebulan sekali
8. Renogram bila
perlu 2 kali: waktu masuk, diulang 3 minggu kemudian waktu edema hilang
9. Uji PPD, Rontgen
paru sebelum terapi kortikosteroid
Tatalaksana
Rawat jalan
Pemantauan :
1. Keadaan
klinis: edema, tekanan darah, efek samping kortikosteroid
2. Air kemih:
protein
3. Darah: protein total, albumin, globulin, dan
kolesterol
4. Pengobatan
(medikamentosa dan diet)
5. Kontrol
sebulan sekali kecuali ada pertimbangan khusus
Penderita
dinyatakan sembuh bila:
1. Edema hilang
2. Proteinuria
negative selama 3 hari berturut-turut dalam seminggu
3. Kolesterol
darah normal
4. Protein
total, albumin darah meningkat
H. PROGNOSIS
Prognosis baik bila penyakit memberikan respon yang baik
terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps.
(Arif Mansjoer, 2000)
I.
KOMPLIKASI
Peritonitis, hiperkoagulabilitas yang menyebabkan
tromboemboli, syok, dan gagal ginjal akut.
(Arif Mansjoer,
2000)
J.
PATHWAY KEPERAWATAN
Peningkatan
Permeabilitas Glomerolus
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
Proteinuria (massive)
Hipoproteinemia
Perpindahan
cairan vaskuler ke interstitial Peningkatan sintesis
lemak & protein pada
hati
Hypovolemia Hiperlipidemia Penurunan
IgM
Resiko
infeksi
Penurunan aliran
darah Peningkatan sekresi
ke
ginjal ADH &
aldosteron
Pelepasan rennin Reabsorpsi Na & air
Vasokontriksi Peningkatan tekanan hidrostatik
Edema
Kelebihan
volume cairan
K. PENGKAJIAN
Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah edema yang
berat (anasarka), diet, resiko terjadi komplikasi, pengawasan mengenai
pengobatan dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien.
a.
Edema yang berat
Pasien SN dengan anasarka perlu istirahat ditempat tidur
karena keadaan edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan kemampuanya untuk
bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan harus ditolong diatas tempat
tidur.
-
Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan didalam rongga
thorak akan menyebabkan pasien sesak.
-
Berikan alas bantal pada kedua kaki sampai tumit
-
Bila pasien laki-laki berikan bantal dibawah skrotum untuk mencegah pembengkakan
skrotum karena tergantung.
Untuk mengetahui keadaan edema, berat badan pasien perlu
ditimbang setiap hari dan dicatat pada catatan khusus. Yang perlu dilakukan
adalah pencatatan masukan dan keluaran cairan selama 24 jam. Pasien juga
dianjurkan untuk minum air putih. Jika urin kurang dari 400 cc minum dibatasi.
b.
Diet
Diet yang dianjurkan adalah protein 1,2-2,0 gr/kg BB/hr
dan cukup kalori yaitu 35 kcal/hr serta rendah garam (1g/hr). Bentuk makanan
disesuaikan dengan keadaan pasien, dapat makanan biasa atau lunak. Jangan
diberikan makanan yang keras karena anak akan malas makan. Yang perlu
diperhatikan adalah agar pasien menghabiskan porsi yang disediakan. Jelaskan
pada pasien bahwa makanan memang kurang garam agar bengkak ditubuhnya hilang.
Makanan disediakan dalam keadaan hangat
L. KEMUNGKINAN DIAGNOSA YANG
AKAN MUNCUL
1.
Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan retensi cairan, hipoalbunemia
2.
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
3.
Resiko infeksi
M. INTERVENSI
DX I Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan retensi cairan, hipoalbunemia
NOC :
·
Electrolit and acid base
balance
·
Fluid balance
·
Hydration
Kriteria hasil :
·
Terbebas dari edema, efusi,
anasarka
·
Bunyi nafas bersih, tidak ada
dyspneu / orthopneu
·
Terbebas dari distensi vena
jugularis, refleks hepatojugular (+)
·
Memelihara tekanan vena
sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign dalam batas normal
·
Terbebas dari kelelahan dan
kecemasan atau kebingungan
·
Menjelaskan indicator kelebihan
cairan
NIC :
Fluid Management
·
Timbang popok atau pembalut
jika diperlukan
·
Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
·
Pasang urine cateter jika
diperlukan
·
Monitor hasil laboratorium yang
sesuai dengan retensi cairan (BUN, hematokrit, osmolalitas urine)
·
Monitor status hemodinamik
termasuk CVP, MAP, PAP dan PCWP
·
Monitor vital sign
·
Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles, CVP, edema, distensi vena leher, asites)
·
Kaji lokasi dan luas edema
·
Monitor masukan makanan atau
cairan dan hitung intake kalori harian
·
Monitor status nutrisi
·
Kolaborasi pemberian diuretic
sesuai instruksi
·
Batasi masukan cairan pada
keadaan hiponatremia dilusi dengan serum Na < 130 mEq/I
Fluid Monitoring
·
Tentukan riwayat jumlah dan
tipe intake cairan dan eliminasi
·
Tentukan kemungkinan faktor
resiko dari ketidakseimbangan cairan (Hipernatremia, terapi diuretic, kelainan
renal, gagal jantung, diaphoresis, disfungsi hati, dll)
·
Monitor berat badan
·
Monitor serum dan elektrolit
urine
·
Monitor serum dan osmolalitas
urine
·
Monitor BP, HR dan RR
·
Monitor tekanan darah
orthostatic dan perubahan irama jantung
·
Monitor parameter hemodinamik
invasif
·
Catat secara akurat intake dan output
·
Monitor adanya distensi leher,
ronchi, edema perifer dan penambahan BB
·
Monitor tanda dan gejala dari
edema
DX II Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
NOC :
·
Nutritional status : food and
fluid intake
Kriteria hasil :
·
Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
·
Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
·
Tidak ada tanda malnutrisi
·
Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti
NIC :
Nutrition
Management
·
Kaji adanya alergi makanan
·
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
·
Anjurkan pasien untuk
menghabiskan intake sesuai porsi yang disediakan
·
Berikan makanan yang sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi
·
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
·
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
·
Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition
Monitoring
·
BB pasien dalam batas normal
·
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
·
Monitor lingkungan selama makan
·
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
·
Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
·
Monitor turgor kulit
·
Monitor mual dan muntah
·
Monitor kadar albumin, total
protein, Hb dan kadar hematokrit
·
Monitor makanan kesukaan
·
Monitor pucat, kemerahan dan
kekeringan jaringan konjungtiva
·
Monitor kalori dan intake
nutrisi
·
Catat adanya edema hiperemik,
hipertonik papilla lidah dan cavitas oral
DX III Resiko infeksi
NOC :
·
Immune status
·
Knowlwdge infection control
·
Risk control
Kriteria hasil :
·
Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi
·
Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
·
Jumlah leukosit dalam batas
normal
·
Menunjukkan perilaku hidup
sehat
NIC :
Infection Control
·
Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
·
Batasi pengunjung bila perlu
·
Instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
·
Gunakan sabun antimikroba untuk
cuci tangan
·
Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
·
Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
·
Pertahankan lingkungan aseptic
selama pemasangan alat
·
Ganti letal IV perifer dan line
sentral dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
·
Gunakan kateter intermitten
untuk menurunkan infeksi kandung kencing
·
Tingkatkan intake nutrisi
sesuai indikasi
·
Berikan terapi antibiotic bila
perlu
Infection
Protection
·
Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local
·
Monitor hitung granulosit, WBC
·
Monitor kerentanan terhadap
infeksi
·
Batasi pengunjung
·
Pertahankan teknik asepsis pada
pasien yang beresiko
·
Dorong masukan nutrisi dan
cairan yang cukup
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit.
Price, S. A. (1995). Pathofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Alih
Bahasa Peter Anugrah. Editor Caolie Wijaya. Edisi 4.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Editor
Russepno Hasan. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
Komentar
Posting Komentar